Didiklah Anak Kalian...!!
Jumat, 27 Mei 11
Shahabat Ibnu ‘Umar radhiyallahu 'anhuma meriwayatkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwasanya beliau bersabda:
« ألا كلكم راع وكلكم مسئول عن رعيته ، فالأمير الذي على الناس راع وهو مسئول عن رعيته ، والرجل راع على أهل بيته وهو مسئول عنهم ، والمرأة راعية على بيت بعلها وولده وهي مسئولة عنهم ، والعبد راع على مال سيده وهو مسئول عنه ، ألا فكلكم راع وكلكم مسئول عن رعيته » . رواه مسلم
"Ketahuilah,
setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang
orang yang dipimpinnya. Seorang Amir (pemimpin negara) adalah pemimpin
dan ia akan ditanya tentang rakyat yang dipimpinnya. Seorang
lelaki/suami adalah pemimpin bagi keluarga nya dan ia akan ditanya
tentang mereka. Wanita/istri adalah pemimpin terhadap rumah suaminya dan
anak suaminya dan ia akan ditanya tentang mereka. Budak seseorang
adalah pemimpin terhadap harta tuannya dan ia akan ditanya tentang harta
tersebut. Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian
akan ditanya tentang orang yang dipimpinnya." (HR. Al-Bukhari no. 5200, 7138 dan Muslim no. 4701 dari Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu 'anhuma)
Hadits di atas
memberikan faidah kepada kita bahwa setiap orang tua (bapak dan ibu)
berkewajiban untuk memelihara dan mengurus anak-anaknya. Adapun
pengurusan anak meliputi pemberian sandang, papan (tempat tinggal) dan
pangan (makanan). Namun yang tidak kalah penting dari ketiga hal
tersebut adalah pemberian pendidikan kepada mereka. Masih banyak orang
tua yang meremehkan pendidikan anak-anaknya, mereka mengira bahwa
tanggung jawab mereka telah mereka tunaikan apabila mereka telah
memberikan sandang, papan, pangan dan menyekolahkan mereka. Mereka lupa
bahwa pendidikan agama adalah salah satu kewajiban yang harus mereka
tunaikan bagi anak-anak mereka. Karena mendapatkan pendidikan agama
adalah hak setiap anak.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:”Barang
siapa yang meremehkan pendidikan anak dengan tidak memberikan sesuatu
yang bermanfaat baginya, dan membiarkannya sia-sia, maka dia telah
berbuat keburukan yang sangat buruk kepada anaknya. Dan kebanyakan
rusaknya anak datang dari sisi bapaknya, karena mereka melalaikan
anak-anaknya, tidak mengajari mereka kewajiban-kewajiban dan sunah-sunah
agama. Lalu mereka pun menyia-nyiakan anak-anak mereka di waktu kecil,
sehingga mereka tidak bisa bermanfaat untuk diri sendiri dan tidak bisa
pula memberi manfaat terhadap orang tuanya di masa tua.” (Tuhfatul Maudud bi Ahkaamil Maulud)
Di antara faktor
yang menjadi penyebab mereka meremehkan pendidikan agama bagi anak-anak
adalah ketidaktahuan mereka tentang karakterisik pedidikan bagi anak.
Oleh sebab itu wajib bagi kita mengetahui karakterisik pendidikan agama
bagi anak. Di antara karakterisik tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama: Pendidikan adalah ibadah
Sesungguhnya
mendidik anak adalah suatu ibadah yang seorang muslim akan diberi pahala
atas apa yang dia lakukan dalam mendidik anak-anaknya. Maka di dalamnya
harus ada keikhlasan niat dan pemurnian niat semata-mata karena Allah.
Janganlah seorang muslim capek dalam mendidik muridnya (atau anaknya)
dengan niat supaya dikatakan seorang professional, atau supaya diacungi
jempol, dan diakui bahwa dia telah mengerahkan usaha yang maksimal dalam
mencari jalan hidayah untuk keluarganya. Atau supaya dikatakan:”Sungguh luar biasa pendidik ini! Sungguh sukses pengajar ini!” Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
{وما أمروا إلا ليعبدوا الله مخلصين له الدين} [البينة: ه[
”Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya.” (QS. Al-Bayyinah: 5)
Dari ‘Umar bin al-Khaththab radhiyallahu 'anhuma berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
((إنما الأعمال بالنيات((…
”Sesungguhnya suatu amalan tergantung niatnya..”(HR. al-Bukhari dan Muslim)
Dan juga diharuskan meneladani dan mencontoh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
dalam mendidik anak, karena sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk
beliau, metode yang paling sempurna adalah metode beliau dan jalan yang
paling terang adalah jalan beliau shallallahu 'alaihi wa sallam.
Maka meneladani Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
dalam mendidik kelurga adalah suatu keharusan dan tidak ada pilihan
lain, tidak boleh berpaling darinya, karena di dalamnya ada buah yang
jelas, hasil yang bisa langsung dirasakan. Dan tidak mengapa untuk
mengambil faidah dari uslub (metode) pendidikan modern yang sesuai
dengan ajaran Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan tidak menyelisihi ajaran beliau, karena ‘Aisyah radhiyallahu 'anha berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد
”Barangsiapa yang
membuat perkara baru dalam urusan kami (agama Islam) ini yang bukan
darinya maka dia tertolak.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Dan di dalam menelaah dan mengkaji sunah-sunah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang pendidikan beliau terhadap keluarganya sudah mencukupi kita dari mempelajari metode-metode yang lain.
Kedua: Berharaplah pahala dari Allah
Berharaplah pahala dari Allah Subhanahu wa Ta'ala
dari apa yang anda usahakan dalam mendidik mereka, karena pendidikan
itu berat, tidak ringan, panjang tanpa akhir, dan butuh biaya besar
tidak sedikit. Dan seseorang tidak mendapatkan pahala melainkan apa
yang ia harapkan. Sebaik-baik cita-cita adalah apa yang dicita-citakan
untuk kebaikan keluarga, sebaik-baik nafkah adalah apa yang dikeluarkan
untuk keluarganya.
Dari Tsauban radhiyallahu 'anhu berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
((أفضل دينار ينفقه الرجل دينار على عياله((
”Dinar yang paling utama yang dibelanjakan seseorang adalah dinar yang ia belanjakan untuk keluarganya,…” (HR. Imam Muslim)
Dan dari Abi Mas’ud al-Badri radhiyallahu 'anhu, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
إن المسلم إذا أنفق على أهله نفقة؛ وهو يحتسبها، كانت له صدقة
”Apabila seorang
muslim memberi nafkah kepada keluarganya dan dia mengharapkan pahala
dengannya maka nafkah tadi teranggap sebagai sedekahnya. (HR Bukhari dan
Muslim. Adapun lafazh hadits menurut riwayat Imam Bukhari)
Ketiga: Hidayah bukan di tanganmu
Sesungguhnya
hidayah –dalam artian masuknya iman, taufiq dan keteguhan di atasnya-
bukan di tanganmu. Akan tetapi ia ada di tangan Dzat yang memberi
hidayah kepada siapa yang dikehendaki dengan karunia dan rahmat-Nya, dan
yang menyesatkan siapa yang dikehendaki dengan keadilan dan hikmah-Nya.
Namun yang wajib bagi anda hanyalah memberikan bimbingan, nasehat dan
arahan. Maka janganlah anda melalaikan dan meremehkannya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
{إنك لا تهدي من أحببت ولكن الله يهدي من يشاء} [القصص: 56[
”Sesungguhnya
kamu (hai Muhammad) tidak akan dapat memberi hidayah (petunjuk) kepada
orang yang kamu cintai, tetapi Allah lah yang memberi petunjuk kepada
siapa saja yang dikehendakiNya, ...” (QS. Al-Qashash: 56)
Allah Subhanahu wa Ta'ala juga berfirman,
ليس عليك هداهم ولكن الله يهدي من يشاء} [البقرة: 272[
”Bukanlah
kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah
yang memberi petunjuk (memberi taufik) siapa yang dikehendaki-Nya....” (QS. Al-Baqarah: 272)
Dari Abu Dzar radhiyallahu 'anhu berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
(قال الله عز وجل:... يا عبادي كلكم ضال إلا من هديته فاستهدوني أهدكم(
”Allah Azza
Wajalla berfirman:’…Wahai hambaku, kalian semua adalah sesat kecuali
siapa yang Aku beri hidayah, maka mintalah hidayah kepada-Ku.”
Engkau tidak
memiliki daya dan kekuatan untuk memberi manfaat bagi dirimu sendiri,
maka untuk memberikannya kepada orang lain lebih tidak mampu lagi. Maka
janganlah bersandar kepada dirimu, jangan mengandalkan kemampuanmu, dan
janganlah yakin kepada selain Rabbmu (Allah), serahkan urusanmu kepada
kepada-Nya, bertawakallah kepada-Nya dan mintalah pertolongan dari-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
{وعلى الله فتوكلوا إن كنتم مؤمنين} [المائدة: 23[
”Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakal, jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (QS. Al-Maa’idah: 23)
Dia juga berfirman,
وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ (88)
”Dan tidak
{ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada
Allah aku bertawakal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali....” (QS. Huud: 88)
Dan perbanyaklah
berdo’a kepada-Nya, berharap kepada-Nya, bersandar dan merendah di
hadapan-Nya. Jangan pernah sekali-kali mengatakan:”Semua ini berkat
kecerdasanku, berkat pengetahuanku, berkat kerja kerasku dan lain-lain,
namun engaku –di setiap kondisimu- selalu butuh kepada Allah, tidak bisa
lepas dari-Nya dan tidak ada tempat untuk lari dari-Nya.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berdo’a,
(يا حي يا قيوم برحمتك أستغيث أصلح لي شأني كله ولا تكلني إلى نفسي طرفة عين((
”Wahai
(Allah) Yang Mahahidup, wahai Yang Mahaberdiri sendiri dengan rahmat-Mu
aku meminta pertolongan, perbaikilah untukku seluruh urusanku dan
janganlah Engkau menyerahkannya kepadaku walau sekejap mata.”
Keempat: Keteladan dalam segala hal
Tidak
diragukan dan tidak perlu diperdebatkan lagi tentang pentingnya
keteladanan yang baik di dalam segala bidang, maka dirimu adalah bidang
yang pertama. Jika engkau mampu menjadi teladan yang baik untuk dirimu
sendiri niscaya engkau akan lebih mampu menjadi teladan bagi selainmu.
Maka mulailah dari dirimu sendiri, perbaikilah dirimu, niscaya Allah
akan memperbaiki orang-orang yang ada di bawahmu (orang yang engkau
pimpin) dan orang-orang yang mengikutimu. Karena mereka, kapan mendengar
sesuatu yang bertentangan dengan apa yang engkau perbuat, niscaya akan
terjadi ketimpangan dan jadilah perkataanmu tidak memiliki dampak pada
mereka. Sebagaimana perkataan penyair:
لا تنه عن خلق وتأتي مثله عار عليك إذا فعلت عظيم
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
{وما أريد أن أخالفكم إلى ما أنهاكم عنه إن أريد إلا الإصلاح ما استطعت وما توفيقي إلا بالله عليه توكلت وإليه أنيب} [هود: 88[
”Dan
aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku
larang. Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku
masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan
(pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakal dan hanya
kepada-Nya-lah aku kembali.” (QS. Huud: 88)
Kelima: Lenturlah seperti pisau
Lenturlah
dan lembutlah seperti pisau yang memotong tanpa menyakitkan. Kelembutan
adalah nikmat yang besar yang berpengaruh pada jiwa yang mulia dan tidak
bisa dipengaruhi oleh sikap kasar dan kekerasan. Dari ‘Ubaidaillah bin
Ma’mar radhiyallahu 'anhu berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
- ما أعطي أهل بيت الرفق إلا نفعهم، ولا منعوه إلا ضرهم
”Tidaklah
sebuah penghuni rumah dikaruniai kelembutan kecuali ia akan memberi
manfaat kepada mereka, dan tidaklah mereka dihalangi darinya melainkan
ia akan membahayakannya.”
Dari ‘Aisyah radhiyallahu 'anhuma:
(ما يكون الرفق في شيء إلا زانه ولا ينزع من شيء إلا شانه(
”Tidaklah
kelemah lembutan ada pada sesuatu melainkan ia akan memperindahnya dan
tidaklah ia diangkat dari seuatu melainkan akan memperburuknya.”
Keeenam: Lapang dada, dan tidak tergesa-gesa
Diharuskan
tahapan dalam merubah sesuatu. Dahulukan yang paling penting kemudian
yang penting dan seterusnya, dan tidak tergesa-gesa untuk medapatkan
hasil yang diinginkan.
(Sumber:Diterjemahkan dengan ringkasan dari artkel di http://www.freemoslem.com/showthread.php?t=1404, oleh Abu Yusuf Sujono)
Comments
Post a Comment